Mengolah Potensi Nahdlatul Ulama
Toufik Imtikhani, SIP. – Organisasi yang kita cintai ini, yaitu Nahdlatul Ulama, dalam pembentukannya berbeda dengan ormas-ormas yang lainnya. NU lahir sebagai hasil dari riyadhoh, istikharoh dan tirakat para ulama kita tempo dulu. Jadi, dalam pembentukan ini, pendekatan spiritual lebih menonjol daripada sekedar pertimbangan akal, walaupun diakui, dalam pembentukannya ada impuls-impuls eksternal di luar masalah pendekatan spiritual tadi. Yaitu ketika cara-cara beragama tradisional yang dipraktekkan oleh orang Islam Indonesia waktu itu, seperti tradisi ziarah ( termasuk ziarah ke makam Nabi Muhammad, SAW ), dan mengikuti madzhab dalam bidang fiqh, ditentang oleh kelompok Islam modernis.
Namun terlepas dari masalah di atas, NU berdiri adalah karena peran ulama. Sampai kapan pun ulama adalah sakaguru utama organisasi ini, mulai dari tingkatan yang paling bawah, sampai ke pusat.
Kita adalah jamaah ( qudwah ), pengikut, makmum, yang harus mengikuti para imam yang terdiri dari para ulama, baik dalam ibadah maupun ilmu. Kita adalah santri, yang terus belajar mengikuti keteladanan dan ilmu dari Nabi, yang diwariskan kepada para ulama. Maka keberadaan kita kemudian, menjadikan masalah NU bukan sekedar masalah diniyyah ( agama ), namun juga menjadikan dalam NU ada masalah keumatan. Nah, masalah keumatan inilah menjadikan persoalan program NU menjadi lebih kompleks, serta dalam banyak hal mungkin terabaikan disebabkan kurang bergeraknya Badan-badan otonom yang menjadi sayap=sayap NU untuk mengurusi masalah keumatan.
Buku lain :