Nikah Siri, Bagaimana Hukumnya?
Achmad Ghofar Wijayanto – Nikah siri adalah pernikahan yang dilakukan berdasarkan hukum agama, namun tidak tercatat resmi di Kantor Urusan Agama (KUA) dan Catatan Sipil. Pernikahan dalam hukum Islam maupun Hukum Nasional ditinjau pada tiga hal yaitu, Hukum, Sosial dan Ibadah. Jika ketiganya terpenuhi maka tujuan pernikahan syariat islam tercapai yaitu, sakinah, mawaddah wa rahmah.
Tetapi masyarakat sering malakukan nikah siri dengan alasan menghindari perzinaan dan mengurangi beban wanita sebagai tulang punggung keluarga. Lantas, apakah nikah siri lebih baik dilakukan atau harus dihindari? Berikut perihal hukum dan sikap yang harus dilakukan:
Pada dasarnya nikah siri hukumnya sah jika sudah memenuhi aturan syariat. Pada aturan syariat, pernikahan dianggap sah ketika memenuhi rukun dan syaratnya. Seperti adanya kedua pasangan, wali, saksi, dan lafad akad. Hadis yang diriwayatkan Ibn Abbas mengatakan:
لَا نِكَاحَ إلَّا بِوَلِيٍّ مُرْشِدٍ وَشَاهِدَيْ عَدْلٍ
“Tidak sah pernikahan kecuali dengan adanya wali yang membimbing dan dua saksi yang adil”.
Hal tersebut menunjukkan bahwa, nikah siri masih tergolong dari pernikahan yang sah menurut agama. Namun, nikah ini dianggap haram karena tidak tercatat resmi dan menyalahi Hukum Negara. Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 menyatakan bahwa: “Tiap-tiap pernikahan harus dicatat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Dalam syariat, setiap mukalaf wajib mematuhi perintah Allah, rasul, dan pemerintah (ulil
amr), sebagaimana tercantum pada surah al-Nisa’ (4): 59
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًاﵞ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, taatilah Rasul-Nya, dan pemerintah di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalilah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (Sunnah), jika kamu benar-benar iman kepada Allah dan hari akhir. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. al-Nisa’ (4): 59.
Nikah siri juga memiliki sisi negatif. Di antaranya adalah tidak ada kejelasan status wanita sebagai istri. Akibatnya, istri tidak bisa menuntut suami ketika terjadi permasalahan pada kedua belah pihak. Begitu juga, status anak akan menjadi samar di mata hukum dan khalayak umum.
Kebanyakan bahaya yang timbul pada pernikahan ini berada di pihak wanita. Menurut Prof. Dr. M. Quraish Shihab, salah satu bentuk pelecehan terhadap perempuan yang dapat menghilangkan hak-haknya adalah nikah siri, yakni melaksanakan pernikahan rahasia. Di riwayatkan dari Imam Ibn Abbas:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَّمَ ﵟلَا ضَ
“Rassulullah SAW. Bersabda bahwa tidak boleh melakukan yang berbahaya dan menimbulkan bahaya bagi orang lain”
Dari hadis ini, memunculkan kaidah fikih yaitu,
الضَرَرُ يُزَالُ
“Bahaya itu dihilangkan”
Maksudnya adalah setiap perkara yang menimbulkan bahaya, baik pada diri sendiri maupun orang lain, maka wajib ditiadakan. Oleh karena itu, nikah siri hukumya haram jika menimbulkan dharar (bahaya). Dan sebaiknya pernikahan ini dihindari jika tidak ada keperluan yang mendesak demi menjaga kemaslahatan warga negara dan Hukum Negara.
Mahasantri Ma’had Aly An-Nur II