Wanita dan Genggamannya

Taufik Hidayat – Sejarah Yunani menyebutkan, bahwa wanita dianggap sebagai penyebab segala penderitaan dan musibah. Ketika tamu datang, wanita diperlakukan sebagai budak atau pelayan. Wanita diberi kebebasan untuk melacur dan berzina. Kalau itu terjadi, wanita tersebut dinilai sangat terhormat.(Gayo, 2010) Hal ini sejalan dengan perkataan Nikolaos A. Vrissimtzis dalam karyanya Erotisme Yunani, bahwa wanita bisa mempunyai kedudukan tinggi asalkan ia menjadi pelacur (hetairai). Dikatakan pula, bahwa saat itu pemerintahan Athena tidak melarang merebaknya prostitusi. Kemudian, buku Women in Ancient Greece karya Sue Blundell juga mengungkapkan, bahwa laki-laki justru menganggap wanita sebagai sumber bencana dan penyakit. Wanita diposisikan sebagai makhluk yang paling rendah. Mereka menganggap wanita sebagai kotoran dan barang dagangan. Baik berstatus sebagai hetairai atau wanita biasa, laki-laki tetap memandang wanita sebagai komoditas.[1]
Romawi memiliki slogan ‘Ikat mereka dan jangan dilepas’ untuk wanita. Slogan yang menandakan penindasan terhadap wanita marak terjadi di Romawi. Suami boleh mengatur istri semaunya dan berhak pula membunuh istri tanpa gugatan hukum. Mandi bersama antara laki-laki dan wanita adalah hal yang biasa. Lebih dari itu, ada sebuah kontes yang dinamakan “Fakuaro”, dimana aurat wanita Romawi dipertontonkan.[2] Dalam peradaban Romawi, wanita berada dalam kekuasaan ayahnya. Sedangkan setelah menikah, maka kekuasaannya jatuh ke tangan suaminya. Tentunya sebuah kekuasaan yang bukan diwarnai dengan pengayoman dan kondisi ini berlangsung hingga abad ke-6 M.(Ali Yafi, 1995) Bahkan dalam tradisi Romawi, wanita dianggap tidak ada dan tidak diperhitungkan dalam solusi pelbagai masalah kehidupan. Hal tersebut muncul, karena perempuan dianggap lebih rendah dari pada laki-laki.[3]
Dahulu di India, istri juga harus melayani ayah dari suaminya, karena wanita dianggap barang milik laki-laki. Pun kepada anak-anaknya, dia harus tunduk. Wanita India dijadikan permainan nafsu kebinatangan belaka seiring dengan pandangan hubungan seks antara seorang laki-laki dan wanita adalah sesuatu yang menjijikkan dan zalim walaupun hubungan tersebut sah atau tidak.(Abul A’la Al-Maududi, 1994). Wanita India dianggap sebagai sumber kesalahan serta penyebab kemunduran akhlak dan mental, sehingga wanita tidak memperoleh hak-hak seperti dalam pemerintahan, warisan, bahkan hidup. Di hari kematian suaminya, istri harus ikut mati salah satunya dengan cara dibakar hidup-hidup bersama suaminya dalam satu tempat pembakaran.[4]
Buku lain :