Agama dan Tragedi Kemanusiaan
Apa yang dapat disumbangkan agama untuk kemanusiaan? Itulah agaknya pertanyaan yang pertama kita ajukan, jika kita mencermati narasi tentang agama sejak diturunkan hingga sekarang. Dunia kemanusian seperti mozaik dua warna, antara gelap dan terang. Sumbangsih agama terhadap kemanusiaan, setali tiga uang, kadang mencerahkan dan membawa harapan masa depan, kadang membuat buram dan membangun apatisme di masa yang akan datang.
Tetapi, sebelum abad ke-18 di Dunia Barat, agama dituduh biang keladi kemunduran kemanusiaan. Selama 1000 tahun Dunia Barat mengalami masa kegelapan akibat polah agama yang mengintervensi hampir seluruh sendi kehidupan manusia. Dunia Barat mengalami mental inactivity. Hegemoni agama telah meng-katrasi mentalitas Masyarakat Barat, sehingga mengalami indolensi dan tidak berfikir kreatif. Sampai kemudian, muncul gerakan renaisance dan humanisme pada awal Abad 18. Dunia Barat mengalami masa pencerahan ( aufklarung ). Hegemoni agama disingkirkan. Pendulum bergerak ke arah sisi yang lain sebagai sekularisme. Kehidupan agama dispisahkan dari urusan publik, ia dikembalikan sebagai masalah pribadi. Kepercayaan terhadap lembaga agama pun menurun, meskipun orang percaya kepada Tuhan ( Nisbit dan Patricia Aburdene, Megatrends 2000).
Apa yang terjadi di Dunia Barat pun terjadi di Dunia Timur ( Islam ). Setelah mengalami era ke-emasan di bidang ilmu pengetahuan, sejak abad ke-15, Dunia Islam justru mengalami kemunduran. Bahkan pada era itu muncul fatwa, bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Munculnya gerakan puritan dan skripturalis seperti sekte Khawarij dan Wahabi, yang selalu menyampaikan jargon laa hukma illa lillah, merupakan pangkal dari matinya mental kreatif umat Islam. Pendekatan syariat terhadap politik yang tak berujung pangkal, menyebabkan urusan umat Islam tak beranjak dari masalah politik. Apakah pilihan politik demokrasi-sekuler atau yang berlandaskan syariat dan khilafah.
Buku lain :