Ambisi al-Nabhani Mendirikan Hizbut Tahrir
Anti-tesa bagi Nation-state
Dalam bukunya yang lain, “The Islamic State”, yang ditulis pada tahun 1953, Taqiyuddin al-Nabhani membahas betapa pentingnya mengabaikan batasan-batasan nasional. Batas-batasan inilah yang menjadi penghambat sekaligus memisahkan negara-negara Muslim.
Sama seperti Ikhwanul Muslimin, dengan sila-sila yang tercantum dalam dokumen mereka, al-Nabhani juga berpendapat bahwa umat islam yang tinggal di negara-negara non-Muslim wajib mengikis negara-negara tersebut dari dalam. Al-Nabhani menulis;
“Umat Islam di tanah non-Muslim harus bekerja untuk mengubah tanah mereka dan memperjuangkan agar hukum Islam segera ditegakkan, yang tidak demikian dianggap sebagai Dar al-Kufr. Oleh karena itu, tugas setiap Muslim sejak saat ini adalah dalam rangka membangun sebuah negara Islam yang lebih besar, yang akan menyampaikan pesan Islam kepada dunia. Pekerjaan seorang Muslim harus dimulai dengan membawa dakwah Islam, dengan tujuan menerapkan ajaran Islam di semua negara Muslim, dengan cara menunjuk satu orang yang dipusatkan di suatu negara sehingga tujuan menyebarkan paham itu akan mudah tercapai”
Pada tahun 1950, Hizbut Tahrir menyebar melalui Levant ke Arab Saudi, selama tahun 1960-an, Hizbut Tahrir menyebar ke negara-negara Afrika Utara dan Turki, kemudian diikuti I oleh negara-negara Muslim lainnya. Taqiyuddin al-Nabhani adalah Amir pertama Hizbut Tahrir.
Pada tahun 1955, al-Nabhani meninggalkan Yordania menuju Damaskus dan Beirut. Dia melakukan perjalanan ke Irak pada tahun 1973. Di Irak, al-Nabhani dipenjara dan disiksa. Hizbut Tahrir mengklaim bahwa al-Nabhani adalah sebagai juru tulis organisasi, bukan pemimpinnya. Alhasil, al-Nabhani harus menghembuskan napas terakhirnya di Beirut pada tanggal 20 Desember 1977.
Hizbut Tahrir telah meningkatkan pengaruhnya di seluruh dunia. Sekitar tahun 2011 yang lalu, Hizbut Tahrir telah memiliki basis kuat di 40 negara lebih. Sekarang, Hizbut Tahrir diperkirakan telah berkembang kuat di 45 negara di seluruh dunia.
Karena Hizbut Tahrir tidak mengenal negara-negara, maka setiap negara yang menjadi basisnya disebut sebagai cabang nasional atau vilayas atau provinsi. Memang, sejak awal, Hizbut Tahrir membenci sistem demokrasi dan pemilihan umum sebagaimana terjadi di negara-negara modern. Namun, sistem vilayas memungkinkan anggotanya untuk memilih pemimpin dan komite eksekutif mereka.
Ada satu kepemimpinan sentral dalam Hizbut Tahrir Internasional, yang disebut Qiyada. Kepala komite pusat ini disebut “Amir” dan masa jabatannya ada sampai kematiannya. Sudah ada tiga amir seperti itu sejak partai tersebut didirikan pada tahun 1953. Meskipun kelompok ini telah menjadi lebih terbuka tentang struktur dan keanggotaannya dalam beberapa tahun terakhir, sumber pendanaannya tetap menjadi misteri.
Di Indonesia, Hizbut Tahrir yang dikenal dengan sebutan HTI diperkirakan telah memiliki pengikut di 33 provinsi. Tema-tema kampanye yang mereka usung tidak jauh-jauh dari ambisi Taqiyuddin al-Nabhani di atas.
Buku lain :