The news is by your side.

Negara Khilafah dan Kebencian yang Dipendamnya

An-Nabhani menyusun buku pedoman gerakan Hizbut Tahrir dengan berangkat dari ide Platonis, kadang cenderung pada pemikiran Hegelian tentang ruh absolut. Karena An-Nabhani bukan seorang filosof, tapi pakar hukum, maka ia bersandar pada mazhab fiqih (jurisprudensi Islam) dalam membayangkan dasar negara khilafa. Fiqih Islam ini, kata an-Nabhani, sudah aplikatif di seluruh wilayah kekuasaan khilafah Islam waktu itu. Dia membayangkan negara khilafah kelak berdiri di atas aturan fiqih Islam (an-Nabhani, Nizham al-Islam, 2013: 90-5).

Dalam mempertahankan filsafat Platonis dan Hegelian, an-Nabhani inkonsisten. Misalnya, ketika bicara hubungan individu dan jamaah, ia tidak ubahnya sedang membahas praktik demokrasi namun dengan ungkapan berbeda. Individu dalam sebuah jamaah didorong berkontribusi secara pemikiran, perasaan, dan tindakan yang positif bagi jamaah, supaya terbentuk peraturan bersama yang disepakati. Begitu pun, ketika bicara peran negara, dia berjalan di atas nalar logika negara komunis-sosialis. Suatu negara dibutuhkan untuk mengontrol individu dan menerapkan aturan (an-Nabhani, Nizham al-Islam, 2013: 60-2).

Bedanya, an-Nabhani mengatasnamakan semua pemikirannya sebagai pemikiran Islam. Karena di dalam Islam terdapat konsep ketuhanan, berbeda dari negara-negara dan sistem politik Barat yang lahir dari materialisme dan menolak eksistensi Tuhan. Dari ide itulah, ia mengklaim negara dengan sistem khilafah adalah satu pilihan di antara pilihan lain yang disuguhkan oleh Barat. Dasarnya cuma satu: dunia ide versus dunia materi. Sistem khilafah bersifat Platonis, dan Barat dituduh materialis.

Buku lain :

  • Antara Mbah Cholil Baureno dan Bojonegoro. Kontak pembelian : 0895 2851 2664 . Link resensi, klik.
  • Konspirasi Yahudi dan Rungkadnya Dinasti Ba’alwi. Kontak pembelian dan bedah buku : 0812 6143 8585. Link resensi, klik.
Leave A Reply

Your email address will not be published.