Negara Khilafah dan Kebencian yang Dipendamnya
Kritik atas Epistemologi Nabhani
An-Nabhani dan kitab Nizham al-Islam berhutang besar pada filsafat Plato, yakni pemikiran tentang ide. Ide adalah dasar, abadi, tidak terpengaruh oleh sejarah, bahkan sejarah itu sendiri adalah pantulan dari ide. Sedangkan dunia inderawi adalah refleksi dunia ide (Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta: Kanisius, 1999).
Selain Platonis, an-Nabhani sangat Hegelian. Kita tahu, Hegel (1831) memperkenalkan term “Absolute Spirit”. Ruh absolut ini adalah ruh yang merasuk ke dalam pengetahuan, ke dalam alam dan manusia, serta berperan aktif sepanjang sejarah. Seluruh peristiwa dalam sejarah, manusia dan alam, tidak bisa dilepaskan dari keterlibatan roh absolut di dalamnya (www.britannica.com).
An-Nabhani mengganti ide Platonis dan ruh Hegelian ini dengan apa yang disebutnya secara berkali-kali; mabda’ Islam, qiyadah fikriyah islamiyah, dan puncaknya negara khilafah. Ide-idenya itu dibenturkan dengan ide-Ide sosialisme, kapitalisme, yang lahir dari paham materialisme. Nasionalisme dan sukuisme juga dituduhnya lemah, dan tidak kuat dijadikan ikatan pemersatu umat.Hina dan tidak punya arti (an-Nabhani, Nizham al-Islam, 2013: 43-46).
Sejatinya, ejekan atas materialisme dan segala turunannya dikarenakan ketidak-sesuaiannya dengan akidah, mabda’ dan qiyadah fikriyah Islam. Materialisme berada di luar kapasitas berpikir yang Platonis. Terbukti, ketika dunia ide tidak bisa dipertahankan lagi, dengan alasan-alasan praktis, an-Nabhani terpaksa dan mau tak mau harus menerima materialisme sains dan teknologi.
Buku lain :