Membongkar Misteri Sedulur Papat Limo Pancer
Riset Raharjo (2012:4), menyebut dalam ilmu Jawa terdapat jagat kecil (mikrokosmos) “kiblat papat” yang merupakan “kakang kawah adhi ari-ari” dengan pusat manusia sendiri, sebagai satu kesatuan jiwa manusia untuk meraih ketentraman hidup memiliki saudara alamiah dalam tubuhnya.
Kedalaman makna ini tidak cukup ditinjau dari aspek filologi atau antropologi, namun harus menggunakan pendekatan lain yang lebih kompatibel. Dalam falsafah Jawa, saat manusia dilahirkan dari rahim ibu pasti membawa air ketuban, ari-ari, darah, dan tali plasenta. Masyarakat Jawa meyakini bahwa keempat benda ini menyertai kehidupan manusia dan selalu “menghidupi” secara batin sejak dilahirkan sampai meninggal dunia.
Semua agama meyakini bawa hidup dan matinya seorang ditentukan oleh Tuhan. Dalam kehidupan ini, selain alam fisik juga ada metafisik yang dalam keyakinan Hindu disebut mikrokosmos yang merupakan unsur alam dengan mengawinkan “sedulur papat” di atas sebagai bagian empat kiblat dalam alam yang berupa tanah/bumi, air, api, dan angin.
Konsep ini tentu selaras dengan kepercayaan semua agama di Nusantara yang meyakini manusia hidup, mati, dan menyinergikan kehidupan-kematian itu dengan tanah, api, air, dan angin. Tidak bisa tidak. Jika ada orang mengingkari Sedulur Papat, otomatis mereka menolak kehidupan.
Buku lain :
Yang tidak tepat di tulisan tsb adalah Kidung Wahyu Kalaseba, bukanlah karya Sunan Kalijaga, namun sudah dikonfirmasi bahwa itu karya seorang budayawan asal Weru, Sukoharjo, bernama Sri Narendra, yang secara resmi diluncurkan pada Juli 2014.
Bagus
Bagus